Senin, 27 November 2017

Hai Semesta



Hai semesta…
Tak apa kan jika aku menyapamu dengan goresan aksaraku? Aku hanya ingin bercengkrama denganmu. Seperti waktu-waktu yang telah berlalu. Karena kutahu kau satu-satunya yang tak akan meninggalkanku.

Hai semesta…
Kali ini, tak apa kan jika aku menanyakan kabarnya padamu? Aku hanya ingin tahu, bagaimana dia saat ini? Baik-baik saja, ataukah masih seperti dulu? Menggenggam rindu yang katanya hanya untukku. Kurasa tidak, dia pasti sudah berubah.

Tenang, aku hanya ingin tahu kabarnya saja. Bukan bermaksud membuka luka lama yang pernah menyayat bagian terdalam yang disebut hati. Karena aku tahu, jika aku mengoreknya lagi, itu hanya akan membuatku semakin terluka.

Hai semesta…
Boleh aku sedikit berbagi rasa denganmu? Sejatinya, aku tak pernah sedikitpun menghapus rasaku untuknya. Hanya saja aku harus menguburnya. Kau tau kenapa? Karena aku sudah terlalu lelah menggapai imaji tentangnya, sementara dia dengan mudahnya menghempaskan begitu saja.

Mungkin aku terlalu egois. Ketika dia mulai menyadari, aku sudah lebih dulu pergi. Bukan, sebenarnya aku tak bermaksud seperti itu, hanya saja aku tak mampu menyembunyikan lukaku. Apa aku salah jika aku lebih memilih melepaskannya sementara hatiku sepertinya tertinggal di sana? Ah semoga hati ini selalu memaafkanku.

Semesta…
Boleh aku minta tolong padamu? Tolong sampaikan pada angin, setumpuk rindu darinya yang setiap hari dikirimkan angin untukku sudah aku kemas dengan rapi. Aku ingin angin membawanya lagi. Mengembalikannya pada sang pemilik rindu. Bukan aku tak suka, hanya aku tak mau banyak berharap. Tak apa kan jika aku membatasi ruang gerak rindu dalam hatiku?

Aku janji, ini kali terakhir aku membicarakan tentangnya denganmu. Tolong ingatkan aku jika sesekali aku lupa. Agar aku tak larut dalam rindu yang semakin menggebu. Agar aku yakin bahwa rindunya bukan lagi untukku. Dan agar langkahku semakin kuat untuk membuka hati dan menyambut rindu yang baru.


Ruang Imaji
27 November 2017

pict by google.com

#30dwcjilid10
#squad3
#day2
#writtingchallenge
#nulislagi
#prosa
#haisemesta
#novemberrain
#cakechika

Minggu, 26 November 2017

Pertentangan

Adalah mata, yang mampu menangkap bayanganmu meskipun hanya sekelebat lalu.
Aku tak bisa menyalahkannya, karena dia terlalu berharga untuk sekedar melewatkanmu.
Hati yang ada dalam ruang tak kasat matapun seakan ikut bersorak-sorai menertawakan logika yang berusaha menyangkalnya.
Pertentangan itu seakan menertawai kala menyaksikan siapa yang akan menang.
Tapi, kali ini hati pemenangnya.
Dia punya saksi, yang seolah berkompromi untuk mencibir logika.
Dan terpaksa lagi-lagi logika harus pasrah dan mengalah.
Tapi dia tak menyerah, karena hanya pemikiran bodoh yang membuatnya menyerah begitu saja tanpa harus terus berusaha untuk menyadarkan hati.
Berkali-kali logika menasehati, agar hati tak berharap terlalu tinggi.
Dan berkali-kali pula, hati menyanggupi dan meyakinkan diri bahwa tak akan ada kenyataan yang melambung tinggi.
Ingin hanya akan menjadi angan yang sudah semestinya tak dibiarkan melambung terlalu tinggi.
Namun sekali lagi, hati tak mengizinkannya berhenti sampai detik ini.
Padahal, sekelebat bayangan itu mampu memporak-porandakan harapan.
Namun kenyataannya, hati masih saja selalu memberikan kesempatan.
Entah sampai kapan, berkali-kali jatuh dan tersakiti.
Hati selalu bisa memaafkan begitu saja.
Berusaha melupakan semua kekhilafan yang membuatnya terluka, bahkan hancur menjadi remah-remah kecil tak berguna.
Akankan terus saja seperti itu?
Membiarkannya menuruti ego dan rasa sementara jauh disana, sosok sekelebat bayangan tak pernah mendambanya.

Ruang Imaji,
26 November 2017

#30DWC
#30DWCJilid10
#day1
#squad3
#pertentangan
#cakechika