Senin, 31 Juli 2017

Terbang Bersama Angin

Angin. Mendengar namanya sudah tidak asing lagi bagiku, bagimu dan mungkin bagi kita semua. Kita, sebut saja aku dan kamu dan semuanya, mampu merasakannya. Merasakan hembusan angin yang terkadang perlahan, tekadang tak terkira. Terkadang bersahabat, terkadang sedikit memberikan ancaman.
Ketika dia datang dengan ketidak-teraturannya, orang menyebutnya turbulensi, berputar-putar tak beraturan. Menerbangkan semua yang diinginkan begitu saja. Membawanya serta kemudian menjatuhkan di tempat yang tak terduga. Angin bisa saja menjelma menjadi ombak di lautan lepas. Bergulung-gulung, bergerak cepat seperti orang yang sedang berlomba lari, kemudian menghantam karang meciptakan percikan-percikan kecil seperti titik-titik air hujan.
Namun tak jarang angin membawa kedamaian. Hembusannya yang teratur mampu menciptakan alunan melodi alam yang menenangkan. Dia yang membuat pohon menjelma menjadi pemain musik. Hembusannya menerpa daun-daun kecil. Menimbulkan gesekan antar daun, menciptakan melodi yang indah. Dia pula yang membuat daun dan ranting bergoyang bak penari mengikuti alunan melodi.
Kamu tahu, terkadang aku ingin menjadi seperti angin. Berhembus pelan menyapa bunga-bunga. Mengajak serbuknya terbang untuk kemudian dibawanya ke tempat seharusnya berada. Membantu tumbuhan dalam proses penyerbukan. Memberinya tiupan nafas kehidupan. Kurasa itu sangatlah menyenangkan.
Kamu tahu, terkadang aku ingin menjadi seperti angin. Beterbangan di lautan lepas, membantu para nelayan mencari ikan. Memberikan manfaat bagi makhluk ciptaan Tuhan. Walaupun tak jarang ia dibenci tapi tetap saja tak peduli. Dia tetap berhembus, meskipun terkadang ombak menggerus.
Bagiku, entah sejak kapan, ada rasa tersendiri ketika dia mulai menerpa. Aku tidak tahu rasa apa pastinya. Yang aku tahu, dia selalu berhasil membuatku nyaman sekaligus berdebar-debar. Mungkin karena angin selalu berhasil membawa angan tentangmu. Membisikkan cerita tentangmu padaku. Dan, ketika itu terjadi, imajiku mulai bermain. Melambungkan angan bahwa kamu ada disini.
Percayalah, aku hanya rindu. Bukankah kamu tahu itu? Sebab, aku menitipkan rinduku untukmu lewat angin yang berhembus perlahan. Entah sejak kapan aku percaya padanya. Entah sejak kapan aku mulai rajin membiarkan rinduku terbang bersamanya. Dan aku rasa angin telah menyampaikannya padamu.
Terkadang sempat terpikir olehku. Kenapa tidak aku saja yang menjadi angin? Agar tak perlu menitipkan rindu untukmu. Cukup datang sendiri dan mengatakan bahwa ‘aku merindukanmu’. Tapi itu tidak mungkin. Aku bukanlah angin yang dengan berani menerbangkan apapun yang dijumpainya, termasuk rindu. Aku hanyalah seorang gadis biasa yang memercayakan rindunya terbang bersama angin. Percaya, bahwa angin akan menyampaikan rindu itu pada tujuan pemiliknya. Dan itu, padamu.

31 Juli 2107
Pict by Pinterest
#30dayswritingchallenge
#30dwcjilid7
#30dwc
#day26
#squad2
#angin
#tentangrindu
#belajarnulis

Sabtu, 29 Juli 2017

Peri Air Terjun Pelangi


Suatu hari, seorang gadis kecil bermain di sekitar hutan bersama kawan-kawannya. Mereka bermain petak umpet. Permainan yang paling umum dilakukan anak-anak. Saat salah satu kawannya mendapat giliran jaga, gadis kecil itu berlari mencari tempat persembunyian. Dia berlari ke tengah hutan. Padahal hutan itu jarang dijamah manusia. Kabarnya, manusia yang masuk kesana tidak akan pernah kembali, sehingga manusia takut memasuki hutan itu.
Berbeda dengan gadis kecil itu. Tak ada rasa takut dan khawatir yang menderanya. Harapannya hanya satu, temannya tak akan mudah menemukannya. Hingga, tanpa sadar sampailah dia di sebuah air terjun yang indah di tengah hutan. Air terjun itu memancarkan warna-warni.
“Waaah…bagus sekali air terjun ini. Seperti Pelangi.” Ucapnya takjub. Kemudian dia berjalan mendekat, melewati bebatuan besar berusaha mencapai air terjun itu. Tak henti-hentinya rasa takjub dan senang mendera hatinya. Sempat terlintas dipikirannya, kenapa orang-orang selalu melarangnya memasuki hutan. Padahal di dalamnya ada keindahan tersembunyi.
Setelah melewati beberapa bebatuan, gadis itu duduk di salah satunya. Wajahnya menengadah, matanya terpejam. Menikmati percikan-percikan air yang menyejukkan. Sudut bibirnya menggoreskan senyum.
“Tuhan, tempat ini indah sekali. Kenapa orang-orang tak ada yang berani kesini?” celetuknya.
“Kau suka berada di tempat ini?” sebuah suara mengagetkannya. Gadis kecil itu lantas membuka mata, mencari sumber suara. Tapi tak kunjung ditemukan pemilik suara itu. “Kau mencariku?” suara lembut itu terdengar lagi. “Tersenyumlah, maka kau akan menemukanku.” Lanjutnya.
Awalnya gadis itu ragu, tapi kemudian menuruti perintah pemilik suara lembut. Dia tersenyum
“Kau manis saat tersenyum seperti itu.” Pemilik suara itu muncul tepat di hadapan gadis itu.
“Kau siapa? Kenapa kau cantik sekali?” tanya gadis itu.
“Aku Airy, Peri Air yang bertugas menjaga air terjun ini dari tangan-tangan jahat manusia. Karena air adalah sumber kehidupan yang harus dijaga kelestariannya.” Balas pemilik suara sambil mengepak-kepakkan sayapnya. “Kau?” tanyanya pada gadis kecil itu.
“Aku Jingga.” Balas gadis kecil itu.
“Kau pasti gadis berhati tulus?” ucap Airy.
“Maksudnya?” Jingga tak mengerti.
“Karena hanya orang-orang berhati tulus yang bisa menemukan tempat ini. Dan juga akan pulang dengan selamat. Kau tidak takut padaku kan?” tanya Airy.
“Kenapa harus takut? Kau dan aku sama-sama makhluk ciptaan Tuhan bukan? Jadi kenapa aku harus takut?” tanya Jingga. Airy tersenyum.
“Kalau begitu mari kita bermain bersama.” Ajak Airy. Jingga menyetujuinya.
Mereka bermain bersama. Airy yang tadinya terbang bagai kupu-kupu kini berubah seperti ikan di air. Sayapnya yang indah digantikan ekor berwarna-warni. Ada tawa bahagia disana. Ini pertama kalinya ada manusia bisa sampai air terjun itu.
Tak terasa hari sudah mulai teduh. Pertanda beberapa waktu lagi senja akan menghiasi cakrawala.
“Airy, aku harus pulang.” Ucap Jingga.
“Pulanglah. Orang-orang di rumahmu pasti akan mencarimu. Tapi, kau harus janji, jangan menceritakan apapun tentang aku.” Ucap Airy.
“Aku janji. Tapi bolehkah aku datang kembali kesini?” tanya Jingga.
“Tentu saja. Sekarang pejamkan matamu.” Jingga menuruti perintah Airy. “Sampai bertemu kembali Jingga.” Ucap Airy.
Jingga membuka matanya perlahan. Dia tersenyum, yang dilihatnya saat ini bukan lagi tempat Airy. Tapi kamarnya yang nyaman dihiasi semburat warna jingga di cakrawala yang mengintip melewati jendela.
*END*

pict by google.com
29juli2017
#30dayswritingchallenge
#30dwcjilid7
#day24
#squad2
#periair
#dongeng

Jumat, 21 Juli 2017

Pantai Karang Sewu


Siapa sih yang tidak mau jika diajakin travelling? Apalagi gratis. Ah, kurasa itu adalah hal yang sulit untuk ditolak. Apalagi diajakin mantai. Sepertinya itu ide yang menarik bagi orang yang suka pantai.

Bercerita tentang pantai, di Indonesia banyak sekali jumlahnya. Salah satunya adalah pantai Karangsewu. Sepertinya banyak yang sudah tahu letak Pantai ini kan ya? Ya, Pantai Karangsewu ini terletak di Gilimanuk – Bali. Masuk wilayah kecamatan Melaya – Jembrana – Bali. Tidak jauh dari Pelabuhan Gilimanuk. Pantai ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat.

Pantai Karangsewu ini tidak kalah menarik dengan pantai-pantai yang lain yang ada di Bali. Jika kita kesana, kita akan mendapati hamparan rumput hijau di pinggir pantai. Kurang lebih seperti padang rumput gitu. Aksesnya juga mudah.

Hmm…berbagi pengalaman aja sih, tepatnya bulan Januari kemarin, hasil dari iseng-iseng berpetualang bersama teman, untuk sampai kesana modalnya cuma tekad dan keyakinan (lebih tepatnya nekad) ditambah modal yang terjangkau. Secara, kalau kita mendengar liburan di Bali, pasti persepsinya mahal. Tapi ini beneran terjangkau lho.

Bagaimana tidak, kami berangkat dari stasiun Jember menggunakan kereta api pukul 4.30 pagi (sekarang jam 5.00) sampai di stasiun Banyuwangi Baru sekitar pukul 7.30. harga tiketnya Rp. 8.000,00. Setelah itu jalan kaki sedikit keluar stasiun terus belok kanan dan menyebrang jalan raya, kami sampai di Pelabuhan Ketapang. Kemudian menyebrang ke Pelabuhan Gilimanuk dengan kapal laut tarifnya Rp. 6.000,00. Waktu tempuhnya hanya sekitar 45 menit dari Ketapang ke Gilimanuk.

Setelah itu kami berjalan kaki ke tempat ini. Meskipun banyak ojek dan angkutan, tapi kami memilih jalan kaki (namanya juga berpetualang). Jaraknya sekitar dua kilo meter. Kami kesana hanya mengandalkan GPS (Gunakan Penduduk Sekitar). Hingga sampai ke tempat ini.

pict by google.com

Oh iya, masuk ke Pantai ini gratis lho. Sampai disana jangan kaget kalo banyak kita jumpai sapi dan kambing. Masih banyak pepohonan juga yang tumbuh di sana. Salah satunya pohon jomblo. Disebut pohon jomblo karena dia tumbuh sendirian disana. Tidak berdekatan dengan pohon lain.
Nah, bagi yang mau ke Bali, tidak ada salahnya mampir ke Pantai Karangsewu ini. Lebih bagus lagi kalau kesininya sore. Selain tidak panas, kita juga bisa menikmati senja (kami kesana sebelum senja sih). Selamat berpetualang. :)


#30daywritingchallenge #30dwcjilid7 #30dwc #day16 #squad2 #pantai #pantaikarangsewu #tamannasionalbalibarat #bali