Part I...
Namanya Afika. Seorang gadis
kecil yang selalu berharap bisa menjadi juara dalam lomba bernyanyi. Seorang
gadis kecil yang juga selalu tersenyum saat hujan mulai turun. Dia sangat
menyukai hujan. Menyukai pelangi, bintang dan menyukai musik. Dan sekarang,
gadis kecil itu berjalan mengendap – endap di sebuah gedung bertingkat bercat
putih yang dinamakan Rumah Sakit.
Bersamaan dengan itu,
seorang gadis setengah berlari menyusuri bangunan bercat putih tersebut. Gadis
yang akrab disapa Icha itu, saat ini berstatus sebagai mahasiswa semester lima
di salah satu Universitas Negeri di Malang. Dan kedatangannya ke Rumah Sakit,
karena dia merupakan salah satu sukarelawan penghibur anak – anak yang sedang
menjalani pengobatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak di kota tersebut.
Dia berkali – kali melirik
arloji di pergelangan tangan kirinya. Terlambat sepuluh menit dari waktu yang
dijanjikan. Tanpa sengaja Afika menabraknya.
“Maaf Kak...” ucapnya. Icha
melihat anak kecil yang tidak sengaja menabraknya, kemudian tersenyum ramah.
“Adek pasien sini bukan?
Mau kemana?” tanya Icha.
“Sssttt...Afika cuma mau
keluar kamar aja Kak. Afika bosen di kamar. Kakak jangan bilang – bilang ya?”
pintanya. “Oya, nama kakak siapa?” tanya Afika.
“Icha.” Balas Icha sambil
tersenyum.
“Afika pergi dulu ya Kak Icha...” balasnya kemudian bergegas meninggalkan Icha.
“Tunggu...” ucapan Icha
membuat langkah Afika terhenti. “Afika mau main ya?” tanya Icha. Afika
mengangguk. “Kalo gitu, ikut Kak Icha aja, kita main sama – sama di taman.” Ajak
Icha.
“Nggak mau ah, nanti Afika
ketauan kalo kabur.” Balas Afika. Icha tersenyum mendengar jawaban jujur Afika.
“Tenang aja, nanti kalo
ketauan, Kak Icha bilang, Kak Icha yang ngajak Afika. Jadi, Afika nggak
dimarahin.” Balas Icha.
“Kak Icha donk yang
dimarahin?” balas Afika.
“Tenang aja, nanti kalo
dimarahin kita kabur lagi ya?” balas Icha sambil tertawa renyah. Afika tampak
memikirkan ucapan Icha, tapi akhirnya dia menyetujui ajakan Icha.
“Baiklah, ayo kita pergi
Kak.” Ucapnya riang kemudian menggandeng tangan Icha. Mereka menyusuri koridor
Rumah Sakit menuju ke taman.
“Afika, hmm...kok Afika ada
di sini? Afika sakit apa?” tanya Icha saat mereka sedang berjalan menuju ke
taman.
“Kata dokter, Afika alergi
Kak. Makanya ada bercak merah kan di wajah Afika?” balas Afika. Icha
menghentikan langkahnya, menamati wajah Afika. Ternyata benar. Bercak itu
lumayan banyak. Icha mulai berfikir, kok sampai segitunya kalo alergi aja?
Penyakit apa itu?
Sampai di taman, anak –
anak yang lain sudah menunggu. Mereka memakai baju seragam pasien Rumah Sakit
tersebut. Beberapa dari mereka ditemani suster.
“Assalamu’alaikum...hai
semua.” Sapa Icha riang.
“Wa’alaikumsalam Kak
Icha...” balas mereka kompak. Afika tertegun melihat anak – anak seusianya
berkumpul di taman Rumah Sakit tersebut.
“Apa kabar semuanya?” tanya
Icha ramah.
“Baik Kak Icha...” jawab
mereka kompak. Susterpun ikut menjawab pertanyaan Icha. Sapaan seperti itu
kerap kali diucapkannya.
“Oya, ini ada teman baru.
Namanya...” Icha melirik Afika yang bedang berdiri di sebelahnya.
“Afika...” ucapnya
memerkenalkan diri dengan riang.
“Halo Afika...” ucap anak –
anak itu kompak.
“Afika, itu wajah Afika
kenapa?” tanya salah seorang anak perempuan salah satu dari anak – anak
tersebut.
“Kata dokter, ini alergi.”
Balas Afika.
“Owh...sakit ya Afika?”
tanya yang lainnya. Afika menggeleng.
“Lalu, kenapa Afika ada
disini?” tanya yang satunya lagi.
“Kata dokter, Afika harus
dirawat disini, biar cepat sembuh. Tapi Afika pengin banget cepat pulang, biar
Afika bisa sekolah lagi, bisa ikut kursus bernyanyi lagi, biar nanti kalo ada
lomba nyanyi, Afika bisa ikut.” Afika menjelaskan. Raut wajahnya menunjukkan
kesedihan. Kesedihan karna dia
takut tidak bisa mewujudkan mimpinya.
“Waahh...Afika bisa nyanyi
ya? Kalo begitu gimana kalo Afika nyanyi aja? Setelah itu baru Kak Icha
mendongeng?” usul Icha berusaha mengembalikan senyum manis Afika.
“Setuju Kak...” jawab anak
– anak kompak. Afika tersenyum lagi.
“Afika mau nyanyi apa?”
tanya Icha.
“Hmm...Andaikan Aku Punya
Sayap Kak.” Balas Afika.
“Baiklah, sekarang Afika
nyanyi ya? Adik – adik...ayo kita hitung sama – sama, sambil tepuk tangan ya?” Suster
yang menjaga mereka angkat bicara.
“Ayo...satu...dua...tiga...”
ucap anak – anak kompak.
Satu – satu...daun – daun...berguguran tinggalkan tangkainya...
Satu – satu...burung – burung...beterbangan tinggalkan
sarangnya...
Jauh...jauh...tinggi...ke langit yang biru...
Andaikan aku punya sayap
Ku kan terbang jauh mengelilingi angkasa...
Kan ku ajak ayah bundaku...
Terbang bersamaku melihat indahnya dunia...
Suara Afika memang bagus. Tepuk
tangan riuh mewarnai keceriaan anak – anak di taman Rumah Sakit itu. Ya,
setidaknya mereka bisa tegar menghadapi penyakit yang mereka derita.
“Terima kasih ya teman –
teman sudah mau mendengarkan Afika bernyanyi.” Ucap Afika tulus. Dia senang
sekali menemukan teman – teman baru. Sudah seminggu absen dari sekolah
membuatnya tidak mempunyai teman bermain. Tapi sekarang, dia menemukan teman
baru disini.
“Sama – sama Afika...”
balas anak – anak itu kompak.
“Kak Icha, terimakasih ya,
udah ngajakin Afika kesini. Afika seneng banget bisa bertemu dengan teman –
teman baru.” Ucap Afika polos.
“Sama
– sama sayang. Tapi, Afika janji ya, setelah ini kembali lagi ke kamar, biar dokter
sama orangtua Afika tidak bingung mencari Afika.” Balas Icha. Afika mengangguk
sambil tersenyum. Tak lama kemudian Icha mengantarkan Afika kembali ke ruang rawatnya.
Continue...ke Part II
#30daywrittingchallenge
#30dwc
#30dwcjilid7
#squad2
#day6
#mimpi
#30daywrittingchallenge
#30dwc
#30dwcjilid7
#squad2
#day6
#mimpi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar