Selasa, 11 Juli 2017

Mimpi Afika


Part I...
Namanya Afika. Seorang gadis kecil yang selalu berharap bisa menjadi juara dalam lomba bernyanyi. Seorang gadis kecil yang juga selalu tersenyum saat hujan mulai turun. Dia sangat menyukai hujan. Menyukai pelangi, bintang dan menyukai musik. Dan sekarang, gadis kecil itu berjalan mengendap – endap di sebuah gedung bertingkat bercat putih yang dinamakan Rumah Sakit.
Bersamaan dengan itu, seorang gadis setengah berlari menyusuri bangunan bercat putih tersebut. Gadis yang akrab disapa Icha itu, saat ini berstatus sebagai mahasiswa semester lima di salah satu Universitas Negeri di Malang. Dan kedatangannya ke Rumah Sakit, karena dia merupakan salah satu sukarelawan penghibur anak – anak yang sedang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak di kota tersebut.
Dia berkali – kali melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Terlambat sepuluh menit dari waktu yang dijanjikan. Tanpa sengaja Afika menabraknya.
“Maaf Kak...” ucapnya. Icha melihat anak kecil yang tidak sengaja menabraknya, kemudian tersenyum ramah.
“Adek pasien sini bukan? Mau kemana?” tanya Icha.
“Sssttt...Afika cuma mau keluar kamar aja Kak. Afika bosen di kamar. Kakak jangan bilang – bilang ya?” pintanya. “Oya, nama kakak siapa?” tanya Afika.
“Icha.” Balas Icha sambil tersenyum.
“Afika pergi dulu ya Kak Icha...” balasnya kemudian bergegas meninggalkan Icha.
“Tunggu...” ucapan Icha membuat langkah Afika terhenti. “Afika mau main ya?” tanya Icha. Afika mengangguk. “Kalo gitu, ikut Kak Icha aja, kita main sama – sama di taman.” Ajak Icha.
“Nggak mau ah, nanti Afika ketauan kalo kabur.” Balas Afika. Icha tersenyum mendengar jawaban jujur Afika.
“Tenang aja, nanti kalo ketauan, Kak Icha bilang, Kak Icha yang ngajak Afika. Jadi, Afika nggak dimarahin.” Balas Icha.
“Kak Icha donk yang dimarahin?” balas Afika.
“Tenang aja, nanti kalo dimarahin kita kabur lagi ya?” balas Icha sambil tertawa renyah. Afika tampak memikirkan ucapan Icha, tapi akhirnya dia menyetujui ajakan Icha.
“Baiklah, ayo kita pergi Kak.” Ucapnya riang kemudian menggandeng tangan Icha. Mereka menyusuri koridor Rumah Sakit menuju ke taman.
“Afika, hmm...kok Afika ada di sini? Afika sakit apa?” tanya Icha saat mereka sedang berjalan menuju ke taman.
“Kata dokter, Afika alergi Kak. Makanya ada bercak merah kan di wajah Afika?” balas Afika. Icha menghentikan langkahnya, menamati wajah Afika. Ternyata benar. Bercak itu lumayan banyak. Icha mulai berfikir, kok sampai segitunya kalo alergi aja? Penyakit apa itu?
Sampai di taman, anak – anak yang lain sudah menunggu. Mereka memakai baju seragam pasien Rumah Sakit tersebut. Beberapa dari mereka ditemani suster.
“Assalamu’alaikum...hai semua.” Sapa Icha riang.
“Wa’alaikumsalam Kak Icha...” balas mereka kompak. Afika tertegun melihat anak – anak seusianya berkumpul di taman Rumah Sakit tersebut.
“Apa kabar semuanya?” tanya Icha ramah.
“Baik Kak Icha...” jawab mereka kompak. Susterpun ikut menjawab pertanyaan Icha. Sapaan seperti itu kerap kali diucapkannya.
“Oya, ini ada teman baru. Namanya...” Icha melirik Afika yang bedang berdiri di sebelahnya.
“Afika...” ucapnya memerkenalkan diri dengan riang.
“Halo Afika...” ucap anak – anak itu kompak.
“Afika, itu wajah Afika kenapa?” tanya salah seorang anak perempuan salah satu dari anak – anak tersebut.
“Kata dokter, ini alergi.” Balas Afika.
“Owh...sakit ya Afika?” tanya yang lainnya. Afika menggeleng.
“Lalu, kenapa Afika ada disini?” tanya yang satunya lagi.
“Kata dokter, Afika harus dirawat disini, biar cepat sembuh. Tapi Afika pengin banget cepat pulang, biar Afika bisa sekolah lagi, bisa ikut kursus bernyanyi lagi, biar nanti kalo ada lomba nyanyi, Afika bisa ikut.” Afika menjelaskan. Raut wajahnya menunjukkan kesedihan. Kesedihan karna dia takut tidak bisa mewujudkan mimpinya.
“Waahh...Afika bisa nyanyi ya? Kalo begitu gimana kalo Afika nyanyi aja? Setelah itu baru Kak Icha mendongeng?” usul Icha berusaha mengembalikan senyum manis Afika.
“Setuju Kak...” jawab anak – anak kompak. Afika tersenyum lagi.
“Afika mau nyanyi apa?” tanya Icha.
“Hmm...Andaikan Aku Punya Sayap Kak.” Balas Afika.
“Baiklah, sekarang Afika nyanyi ya? Adik – adik...ayo kita hitung sama – sama, sambil tepuk tangan ya?” Suster yang menjaga mereka angkat bicara.
“Ayo...satu...dua...tiga...” ucap anak – anak kompak.

Satu – satu...daun – daun...berguguran tinggalkan tangkainya...

Satu – satu...burung – burung...beterbangan tinggalkan sarangnya...

Jauh...jauh...tinggi...ke langit yang biru...

Andaikan aku punya sayap

Ku kan terbang jauh mengelilingi angkasa...

Kan ku ajak ayah bundaku...

Terbang bersamaku melihat indahnya dunia...

Suara Afika memang bagus. Tepuk tangan riuh mewarnai keceriaan anak – anak di taman Rumah Sakit itu. Ya, setidaknya mereka bisa tegar menghadapi penyakit yang mereka derita.
“Terima kasih ya teman – teman sudah mau mendengarkan Afika bernyanyi.” Ucap Afika tulus. Dia senang sekali menemukan teman – teman baru. Sudah seminggu absen dari sekolah membuatnya tidak mempunyai teman bermain. Tapi sekarang, dia menemukan teman baru disini.
“Sama – sama Afika...” balas anak – anak itu kompak.
“Kak Icha, terimakasih ya, udah ngajakin Afika kesini. Afika seneng banget bisa bertemu dengan teman – teman baru.” Ucap Afika polos. 
“Sama – sama sayang. Tapi, Afika janji ya, setelah ini kembali lagi ke kamar, biar dokter sama orangtua Afika tidak bingung mencari Afika.” Balas Icha. Afika mengangguk sambil tersenyum. Tak lama kemudian Icha mengantarkan Afika kembali ke ruang rawatnya.

Continue...ke Part II 

#30daywrittingchallenge
#30dwc
#30dwcjilid7
#squad2
#day6
#mimpi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar