Ditemani cahaya bulan dan
bintang, Ibu Galldora, Shea dan kunang-kunang yang lain memulai pencarian. Dalam
hati Ibu Galldora berharap Gelsi segera ditemukan.
“Gelsi…Gelsi…dimana kau Nak?”
Ibu Galldora menyerukan nama anaknya. Tidak ada sahutan. Ia-pun kemudian
berpindah sambil memanggil-manggil anaknya.
Sementara Ibu Galldora sibuk
memanggil-manggil Gelsi, sekawanan kunang-kunang itu membentuk kelompok
kemudian terbang menyebar. Mereka berbagi tugas di dalam hutan untuk mencari
Gelsi dengan bantuan cahaya yang mereka miliki.
Tak lama kemudian sekelompok
kunang-kunang menemukan Gelsi terperangkap jaring. Dia menggantung di ranting
pohon.
“Hei lihat…kita menemukan
Gelsi.” Teriak salah satu kunang-kunang.
“Kau benar, kita harus melapor
kepada Ibu Galldora.” Balas kunang-kunang lainnya.
“Baiklah, kau beritahu Ibu
Galldora dan yang lainnya. Kita yang tinggal disini mencari cara bagaimana
caranya melepaskan Gelsi.” Kunang-kunang satunya mengusulkan. Yang lainnya
setuju dengan usulan tersebut.
Kunang-kunangpun menjalankan
tugasnya masing-masing.
“Ada apa kalian rebut-ribut di
luar?” seekor tikus muncul dari rumahnya.
“Kita butuh bantuan untuk
mengeluarkan Gelsi dari jaring-jaring ini.” Balas kunang-kunang.
“Baiklah,
aku dan teman-teman akan membantu. Kalian tunggu disini.” Balas si tikus
kemudian pergi memanggil teman-temannya.
Tak lama kemudian si tikus
sampai bersamaan dengan Ibu Galldora, Shea dan kunang-kunang yang lain.
“Shea, kau dan teman-temanmu
mendekatlah. Berikan kami cahaya agar kami bisa mengeluarkan Gelsi dari
jaring-jaring ini.” Ucap si tikus. “Ibu Galldora, kau tidak usah khawatir, kami
pasti bisa mengeluarkan Gelsi.” Lanjutnya.
Kawanan kunang-kunangpun
menjalankan perintah dari tikus. Melihat usaha tikus dan kunang-kunang, Gelsi
merasa lega. Begitu pula dengan Ibu Galldora. Tidak butuh waktu lama bagi para
tikus untuk mengeluarkan Gelsi dari jaring-jaring.
“Ibu…” Gelsi menghambur ke
pelukan Ibu Galldora.
“Kau selamat anakku.” Ibu
Galldora lega. “Terima kasih teman-teman. Kalau tidak ada kalian mungkin Gelsi
sudah tidak ada disini.” Lanjut Ibu Galldora.
“Kau harus hati-hati Gelsi. Di sekitar
sini seringkali ada perangkap.” Ucap tikus.
“Untuk apa mereka memasng
perangkap?” tanya Gelsi.
“Untuk membawamu keluar dari
hutan kemudian menjualmu atau menjadikanmu hewan piaraan di rumah.” Balas kunang-kunang.
“Itu benar Gelsi. Makanya kau
harus lebih hati-hati lagi.” Sambung tikus.
“Apa kau pernah masuk
jaring-jaring, tikus?” tanya Gelsi.
“Kawananku disini tidak pernah.
Tapi di luar sana, di rumah-rumah penduduk, di sawah maupun di lading seringkali
kawananku mati dibasmi penduduk.” Balas tikus.
“Mengerikan sekali. Kenapa mereka
kejam sekali tikus?” tanya Gelsi lagi.
“Karena kami dianggap binatang
pengerat yang merugikan. Itulah sebabnya kami yang di hutan tidak mau mendekati
mereka. Apalagi untuk tinggal di sekitar mereka.” Balas tikus.
“Kenapa teman-temanmu senang
tinggal disana kalau pada akhirnya mereka harus mati mengenaskan seperti itu?”
Gelsi mencecar tikus dengan pertanyaannya. “Apa mereka sejahat itu?” lanjut
Gelsi.
“Semua yang di dunia ini ada
sebab dan akibatnya masing-masing.” Balas tikus. “Tidak ada yang bisa
disalahkan dan dibenarkan dalam hal ini.” Lanjutnya. “Setiap yang bernyawa
pasti memiliki kekhilafan masing-masing Gelsi. Begitu juga dengan mereka dan
kami. Mereka secara tidak sengaja pernah merusak hutan hingga akhirnya makhluk hidup
seperti kita ini kehilangan tempat tinggal. Dan sebagai gantinya, kita akhirnya
mencari perlindungan di sekitar mereka. Kita ikut makan dan minum dari apa yang
mereka makan dan minum. Dan lama kelamaan mungkin kita dianggap merugikan bagi
mereka. Tapi sebenarnya bukan itu niat kita bukan?” tikus member penjelasan.
“Ya. Tapi mungkin saja kita
yang salah.” Balas Shea. “Seandainya kita memiliki bahasa yang sama dengan
mereka, mungkin ini tidak akan pernah terjadi.” Lanjut Shea.
“Semua memang sudah menjadi
kehendak pemilik jagad raya, anak-anak.” Ibu Galldora menengahi. “Tidak ada
yang patut disalahkan. Yang terjadi biarlah terjadi, yang penting saat ini kita
harus saling menjaga dan melindungi. Lagipula, banyak teman-teman kita yang
lain yang bisa bersahabat dengan mereka. Jadi, kita tidak boleh berkecil hati.”
Ibu Galldora menasehati.
“Kau benar Ibu Galldora. Jika teman-teman
kita yang lain bisa bersahabat dengan mereka, mengapa kita tidak? Benar tidak
kawan-kawan?” tanya si tikus. Semuanya kompak menjawab benar.
“Baiklah anak-anak, sudah
waktunya kita kembali ke rumah masing-masing. Hari sudah terlalu larut.” Balas Ibu
Galldora.
“Baiklah. Selamat malam
semuanya. Sampai bertemu lagi.” Balas Shea.
“Terimakasih teman-teman sudah
membantuku keluar dari jaring-jaring. Selamat malam.” Lanjut Gelsi.
Merekapun kembali ke rumah
masing-masing. Rumah dimana mereka merasa aman dan terlindungi.
*END*
pict by google.com
#30daywritingchallenge
#30dwcjilid7
#30dwc
#day15
#squad2
#kunangkunang
#burunghantu
#tikus
#dongeng
#dongenganak
#ceritaanak
#belajarnulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar