Kamis, 20 Juli 2017

Kunang-kunang, Burung Hantu dan Tikus (part II)



Ditemani cahaya bulan dan bintang, Ibu Galldora, Shea dan kunang-kunang yang lain memulai pencarian. Dalam hati Ibu Galldora berharap Gelsi segera ditemukan.

“Gelsi…Gelsi…dimana kau Nak?” Ibu Galldora menyerukan nama anaknya. Tidak ada sahutan. Ia-pun kemudian berpindah sambil memanggil-manggil anaknya.

Sementara Ibu Galldora sibuk memanggil-manggil Gelsi, sekawanan kunang-kunang itu membentuk kelompok kemudian terbang menyebar. Mereka berbagi tugas di dalam hutan untuk mencari Gelsi dengan bantuan cahaya yang mereka miliki.

Tak lama kemudian sekelompok kunang-kunang menemukan Gelsi terperangkap jaring. Dia menggantung di ranting pohon.

“Hei lihat…kita menemukan Gelsi.” Teriak salah satu kunang-kunang.

“Kau benar, kita harus melapor kepada Ibu Galldora.” Balas kunang-kunang lainnya.

“Baiklah, kau beritahu Ibu Galldora dan yang lainnya. Kita yang tinggal disini mencari cara bagaimana caranya melepaskan Gelsi.” Kunang-kunang satunya mengusulkan. Yang lainnya setuju dengan usulan tersebut.

Kunang-kunangpun menjalankan tugasnya masing-masing.

“Ada apa kalian rebut-ribut di luar?” seekor tikus muncul dari rumahnya.

“Kita butuh bantuan untuk mengeluarkan Gelsi dari jaring-jaring ini.” Balas kunang-kunang. 
“Baiklah, aku dan teman-teman akan membantu. Kalian tunggu disini.” Balas si tikus kemudian pergi memanggil teman-temannya.


Tak lama kemudian si tikus sampai bersamaan dengan Ibu Galldora, Shea dan kunang-kunang yang lain.
“Shea, kau dan teman-temanmu mendekatlah. Berikan kami cahaya agar kami bisa mengeluarkan Gelsi dari jaring-jaring ini.” Ucap si tikus. “Ibu Galldora, kau tidak usah khawatir, kami pasti bisa mengeluarkan Gelsi.” Lanjutnya.
Kawanan kunang-kunangpun menjalankan perintah dari tikus. Melihat usaha tikus dan kunang-kunang, Gelsi merasa lega. Begitu pula dengan Ibu Galldora. Tidak butuh waktu lama bagi para tikus untuk mengeluarkan Gelsi dari jaring-jaring.
“Ibu…” Gelsi menghambur ke pelukan Ibu Galldora.
“Kau selamat anakku.” Ibu Galldora lega. “Terima kasih teman-teman. Kalau tidak ada kalian mungkin Gelsi sudah tidak ada disini.” Lanjut Ibu Galldora.
“Kau harus hati-hati Gelsi. Di sekitar sini seringkali ada perangkap.” Ucap tikus.
“Untuk apa mereka memasng perangkap?” tanya Gelsi.
“Untuk membawamu keluar dari hutan kemudian menjualmu atau menjadikanmu hewan piaraan di rumah.” Balas kunang-kunang.
“Itu benar Gelsi. Makanya kau harus lebih hati-hati lagi.” Sambung tikus.
“Apa kau pernah masuk jaring-jaring, tikus?” tanya Gelsi.
“Kawananku disini tidak pernah. Tapi di luar sana, di rumah-rumah penduduk, di sawah maupun di lading seringkali kawananku mati dibasmi penduduk.” Balas tikus.
“Mengerikan sekali. Kenapa mereka kejam sekali tikus?” tanya Gelsi lagi.
“Karena kami dianggap binatang pengerat yang merugikan. Itulah sebabnya kami yang di hutan tidak mau mendekati mereka. Apalagi untuk tinggal di sekitar mereka.” Balas tikus.
“Kenapa teman-temanmu senang tinggal disana kalau pada akhirnya mereka harus mati mengenaskan seperti itu?” Gelsi mencecar tikus dengan pertanyaannya. “Apa mereka sejahat itu?” lanjut Gelsi.
“Semua yang di dunia ini ada sebab dan akibatnya masing-masing.” Balas tikus. “Tidak ada yang bisa disalahkan dan dibenarkan dalam hal ini.” Lanjutnya. “Setiap yang bernyawa pasti memiliki kekhilafan masing-masing Gelsi. Begitu juga dengan mereka dan kami. Mereka secara tidak sengaja pernah merusak hutan hingga akhirnya makhluk hidup seperti kita ini kehilangan tempat tinggal. Dan sebagai gantinya, kita akhirnya mencari perlindungan di sekitar mereka. Kita ikut makan dan minum dari apa yang mereka makan dan minum. Dan lama kelamaan mungkin kita dianggap merugikan bagi mereka. Tapi sebenarnya bukan itu niat kita bukan?” tikus member penjelasan.
“Ya. Tapi mungkin saja kita yang salah.” Balas Shea. “Seandainya kita memiliki bahasa yang sama dengan mereka, mungkin ini tidak akan pernah terjadi.” Lanjut Shea.
“Semua memang sudah menjadi kehendak pemilik jagad raya, anak-anak.” Ibu Galldora menengahi. “Tidak ada yang patut disalahkan. Yang terjadi biarlah terjadi, yang penting saat ini kita harus saling menjaga dan melindungi. Lagipula, banyak teman-teman kita yang lain yang bisa bersahabat dengan mereka. Jadi, kita tidak boleh berkecil hati.” Ibu Galldora menasehati.
“Kau benar Ibu Galldora. Jika teman-teman kita yang lain bisa bersahabat dengan mereka, mengapa kita tidak? Benar tidak kawan-kawan?” tanya si tikus. Semuanya kompak menjawab benar.
“Baiklah anak-anak, sudah waktunya kita kembali ke rumah masing-masing. Hari sudah terlalu larut.” Balas Ibu Galldora.
“Baiklah. Selamat malam semuanya. Sampai bertemu lagi.” Balas Shea.
“Terimakasih teman-teman sudah membantuku keluar dari jaring-jaring. Selamat malam.” Lanjut Gelsi.
Merekapun kembali ke rumah masing-masing. Rumah dimana mereka merasa aman dan terlindungi.
                                                                       
 *END* 

pict by google.com

#30daywritingchallenge
#30dwcjilid7
#30dwc
#day15
#squad2
#kunangkunang
#burunghantu
#tikus
#dongeng
#dongenganak
#ceritaanak
#belajarnulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar