Seorang gadis berpawakan tomboy
itu aku kenal beberapa tahun yang lalu. Namanya Riva. Salah satu teman satu
kost beda kamar denganku. Aku dan dia terpaut beberapa tahun. Kami sama-sama
dari rantau, menuntut ilmu di salah satu Universitas Pendidikan yang ada di
Indonesia. Tepatnya di kota kembang. Jenjang pendidikan yang kami tempuh di
kota ini pun berbeda, meskipun kami sama-sama mahasiswa baru.
Dia keturunan Karo, sedangkan
aku Jawa tulen. Kepercayaan kami juga berbeda. Dia seorang Katolik yang rajin
ke Gereja. Sedangkan aku Islam. Tapi meskipun berbeda, kami bersikap biasa
saja. Saling menghargai dan menghormati. Kami sering berdiskusi tentang
kepercayaan kami masing-masing. Termasuk isi kitab suci kami. Dan meskipun
berbeda, kami sering bercerita bersama.
“Ini Alkitab?” buku bersampul
hitam yang kutemukan di meja belajar Riva itu menarik perhatianku.
“Iya Kak, kalau punya kakak
Alquran kan?” aku mengangguk kemudian meraih buku yang bertuliskan Alkitab di
sampulnya itu.
“Boleh dibaca kan ya?” Riva
mengangguk. “Harus wudlu dulu nggak sih?” lanjutku setengah bercanda. Kemudian
kami tertawa.
“Kakak mau baca?” tanyanya
meyakinkan. Aku mengangguk.
“Deutrokanonika. Apa artinya?”
tanyaku setelah membaca tulisan yang berada di bawah Alkitab.
“Itu istilah yang digunakan
pada abad ke 16 di Gereja Kristen Roma, Kak. termasuk dalam kitab perjanjian
lama.” Penjelasan Riva membuatku semakin penasaran.
“Memangnya ada perjanjian
baru?” tanyaku. Dia mengangguk.
“Jika aku ceritakan sekarang,
akan panjang sekali, Kak.” balasnya. Sebenarnya aku tertarik untuk
mendengarkan, tapi berhubung waktu sudah hampir maghrib, mungkin lain kali.
“Kak mau sholat?” aku mengangguk. “Boleh aku ikut?” tanyanya. Aku memicingkan
mata. “Aku pengin dengar Kakak baca Alquran.” Lanjutnya dengan mata berbinar.
“Tapi bacaanku tak begitu
lancar.” Balasku.
“Kakak bohong ih. Aku sering
dengar kakak mengaji setelah sholat. Dan tahu nggak sih Kak, dengar orang
mengaji tuh rasanya adem di hati.” Lanjutnya. Aku terharu mendengarnya.
“Baiklah.” Aku memutuskan.
Diapun mengikutiku ke kamar.
Sejak saat itu, kami menjadi
lebih sering bertukar cerita tentang kepercayaan kami masing-masing. Terutama
tentang ajaran agama yang tertulis dalam kitab suci kami. Dalam Alquran, umat
islam tidak boleh menyembah berhala. Begitupun dalam Alkitab. Ajaran agama yang
ditulis dalam kitab suci pada intinya mengajarkan kebaikan. Hanya saja cara
penyampaiannya yang berbeda.
“Kak, kenapa kakak antusias
sekali saat aku bercerita tentang isi kitab suciku?” tanya Riva suatu hari.
“Memangnya dalam islam boleh mempelajari kitab suci agama lain? Nanti dimarahi
Allah lagi.” lanjutnya.
“Aku hanya ingin tahu Riva.
Tidak lebih dari itu. Allah tahu niatku. Yang penting, aku tetap pada ajaran
agamaku yang ditulis dalam Alquran.” Balasku. Kami tersenyum. Setelah itu dia
tidak pernah menanyakan hal itu lagi. Hingga aku lulus dua tahun kemudian.
“Riva, aku punya hadiah buat
kamu.” Ucapku berbinar sambil menyerahkan hadiah yang ada di tanganku.
“Ini kan Alquran terjemahan,
terima kasih ya Kak.” ucapnya berkaca-kaca.
“Aku tahu kita berbeda. Tapi
Tuhan kita satu kan? Hanya cara penyampaian ajarannya saja yang berbeda.”
Balasku. “Dan mungkin suatu hari nanti Alquran ini bermanfaat buat kamu.” Dia
memelukku. Ada haru disana, sekaligus damai yang menjalar di hati kami, sebelum
pada akhirnya kami berpisah.
Pict by google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar