Gadis kecil itu duduk sendiri di
atas ayunan. Alat merajut dan boneka kecil berada di pangkuannya. Dia sedang membuat
prakarya. Menekuri hobinya yang sudah menjadi temannya saat ini. Hambatan
penglihatan akibat benturan keras saat dia jatuh ketika bermain jungkat-jungkit
di sekolah merusak saraf penglihatannya. Namun, semangatnya tetap menyala.
Jari-jari mungil nan terampil itu dengan lincah menyusun benang wol dengan
jarum.
Keterbatasan yang dialaminya
tidak menghalangi gadis berperawakan mungil itu untuk tetap berkarya. Beberapa
hasil karyanya pernah diikutkan pameran di tingkat provinsi. Dan salah satu
hasil karyanya berupa rajutan sepatu bayi pernah dibeli oleh salah seorang
pejabat Negara saat itu. Gadis berusia sekitar enam tahun itu belajar merajut
dari ibunya. Dengan sabar, ibu gadis kecil yang selalu ingin tahu itu
mengajarinya berkarya.
Suatu hari, saat ibu si gadis
kecil mengajari merajut, gadis kecil yang kerap kali rambutnya dikepang dua
bertanya pada ibunya,“Ibu, kenapa ibu mengajariku merajut? Sedangkan aku
melihat saja tidak bisa.”
“Agar kamu pandai merajut Nak.”
Wanita berkacamata minus dua itu tersenyum saat menjawab pertanyaan putrinya.
Dia tahu, putrinya tidak bisa melihat senyumnya saat ini, namun dia yakin gadis
kecilnya itu melihatnya dengan hati.
“Tapi, aku kan tidak bisa
melihat, Ibu.” Si gadis kecil menekankan kalimatnya.
“Anakku sayang, memiliki hambatan
bukan berarti penghambat untukmu terus berkarya, Nak.” Lagi-lagi wanita itu
tersenyum. Senyum penguatan untuk putri kecilnya. “Putri kecil ibu memang tidak
bisa melihat dengan mata, tapi bisa melihat dengan hati.” Lanjutnya sebelum
putri kecil kesayangannya itu bertanya lagi.
“Kalau begitu ibu harus terus
mengajariku sampai aku menjadi hebat seperti ibu.” Gadis kecil itu memeluk
ibunya.
“Putri kecil ibu adalah anak yang
hebat. Dia pandai merajut dan selalu tersenyum ceria meskipun tidak bisa
melihat.” Wanita pemilik senyum manis itu mengelus rambut putri kecilnya. “Teruslah berkarya,
Nak. Ibu yakin putri ibu bisa menghasilkan karya yang indah.” Lanjutnya lembut.
“Aku sayang ibu.” Gadis kecil itu
mempererat pelukannya. “Aku janji aku akan menghasilkan karya yang tidak akan
membuat ibu kecewa.” Keduanya larut dalam suasana haru nan bahagia.
Sejak saat itu, gadis kecil yang
saat ini duduk di bangku Taman Kanak-kanak menjadi sangat bersemangat ketika dia
merajut. Baginya merajut adalah pekerjaan yang menyenangkan. Pekerjaan yang
tidak hanya membutuhkan keterampilan tangan, tapi juga membutuhkan kesabaran.
Untuk anak seusianya, merajut
tidaklah mudah dilakukan. Apalagi ada hambatan dalam penglihatan, butuh kerja
keras dan ketelatenan. Namun, bagi gadis kecil itu, merajut sudah menjadi
bagian hidupnya, jadi apapun yang terjadi, apapun risikonya tetap harus
dijalani. Karena karya yang indah tidak dihasilkan secara langsung, tapi butuh
perjuangan sekalipun itu memiliki hambatan.
"Karena karya yang indah juga mampu dihasilkan oleh mereka yang (dianggap) berbeda, asalkan diberikan kesempatan dan kepercayaan untuk mereka membuktikannya."
"Karena karya yang indah juga mampu dihasilkan oleh mereka yang (dianggap) berbeda, asalkan diberikan kesempatan dan kepercayaan untuk mereka membuktikannya."
23
September 2017
#30dwc
#30dwcjilid8 #squad2 #day28
#merajutmimpi #hambatanbukanpenghambat #cakechika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar