Sabtu, 23 September 2017

Hambatan bukan Penghambat


Gadis kecil itu duduk sendiri di atas ayunan. Alat merajut dan boneka kecil berada di pangkuannya. Dia sedang membuat prakarya. Menekuri hobinya yang sudah menjadi temannya saat ini. Hambatan penglihatan akibat benturan keras saat dia jatuh ketika bermain jungkat-jungkit di sekolah merusak saraf penglihatannya. Namun, semangatnya tetap menyala. Jari-jari mungil nan terampil itu dengan lincah menyusun benang wol dengan jarum.
Keterbatasan yang dialaminya tidak menghalangi gadis berperawakan mungil itu untuk tetap berkarya. Beberapa hasil karyanya pernah diikutkan pameran di tingkat provinsi. Dan salah satu hasil karyanya berupa rajutan sepatu bayi pernah dibeli oleh salah seorang pejabat Negara saat itu. Gadis berusia sekitar enam tahun itu belajar merajut dari ibunya. Dengan sabar, ibu gadis kecil yang selalu ingin tahu itu mengajarinya berkarya.
Suatu hari, saat ibu si gadis kecil mengajari merajut, gadis kecil yang kerap kali rambutnya dikepang dua bertanya pada ibunya,“Ibu, kenapa ibu mengajariku merajut? Sedangkan aku melihat saja tidak bisa.”
“Agar kamu pandai merajut Nak.” Wanita berkacamata minus dua itu tersenyum saat menjawab pertanyaan putrinya. Dia tahu, putrinya tidak bisa melihat senyumnya saat ini, namun dia yakin gadis kecilnya itu melihatnya dengan hati.
“Tapi, aku kan tidak bisa melihat, Ibu.” Si gadis kecil menekankan kalimatnya.
“Anakku sayang, memiliki hambatan bukan berarti penghambat untukmu terus berkarya, Nak.” Lagi-lagi wanita itu tersenyum. Senyum penguatan untuk putri kecilnya. “Putri kecil ibu memang tidak bisa melihat dengan mata, tapi bisa melihat dengan hati.” Lanjutnya sebelum putri kecil kesayangannya itu bertanya lagi.
“Kalau begitu ibu harus terus mengajariku sampai aku menjadi hebat seperti ibu.” Gadis kecil itu memeluk ibunya.
“Putri kecil ibu adalah anak yang hebat. Dia pandai merajut dan selalu tersenyum ceria meskipun tidak bisa melihat.” Wanita pemilik senyum manis itu mengelus  rambut putri kecilnya. “Teruslah berkarya, Nak. Ibu yakin putri ibu bisa menghasilkan karya yang indah.” Lanjutnya lembut.
“Aku sayang ibu.” Gadis kecil itu mempererat pelukannya. “Aku janji aku akan menghasilkan karya yang tidak akan membuat ibu kecewa.” Keduanya larut dalam suasana haru nan bahagia.
Sejak saat itu, gadis kecil yang saat ini duduk di bangku Taman Kanak-kanak menjadi sangat bersemangat ketika dia merajut. Baginya merajut adalah pekerjaan yang menyenangkan. Pekerjaan yang tidak hanya membutuhkan keterampilan tangan, tapi juga membutuhkan kesabaran.
Untuk anak seusianya, merajut tidaklah mudah dilakukan. Apalagi ada hambatan dalam penglihatan, butuh kerja keras dan ketelatenan. Namun, bagi gadis kecil itu, merajut sudah menjadi bagian hidupnya, jadi apapun yang terjadi, apapun risikonya tetap harus dijalani. Karena karya yang indah tidak dihasilkan secara langsung, tapi butuh perjuangan sekalipun itu memiliki hambatan.
"Karena karya yang indah juga mampu dihasilkan oleh mereka yang (dianggap) berbeda, asalkan diberikan kesempatan dan kepercayaan untuk mereka membuktikannya."

23 September 2017
#30dwc #30dwcjilid8 #squad2 #day28  #merajutmimpi #hambatanbukanpenghambat #cakechika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar