Kita pernah, bersama di bawah
mendung yang mulai menggelayut di kaki langit. Mengukir cerita yang mungkin itu
cerita cinta. Menautkan jari kelingking merapalkan kata-kata yang kita sepakati
bersama. Menengadahkan tangan sambil memejamkan mata dan diam-diam melangitkan
doa. Menikmati titik-titik air yang mulai berjatuhan menerpa wajah kemudian
tubuh kita. Bagiku itu menyenangkan, dan sangat menyenangkan. Hingga aku lupa
bahwa setiap cerita pasti memiliki akhir. Entah itu bahagia, entah itu kecewa.
Kita pernah, tertawa bersama di
bawah temaram lampu jalanan. Berjanji untuk selalu bersama, berbagi suka dan
duka. Berbagi tangis dan tawa bahagia bersama. Berjanji untuk tak pernah meninggalkan dan ditinggalkan. Aku pikir itu selalu membuat
kupu-kupu dalam perutku menari dengan riang. Menggelitik hingga aku mengembangkan tawa.
Sesederhana itu aku mengartikan bahagia. Tapi aku lupa, setiap janji pasti ada
konsekuensi.
Dan sekarang aku hanya bisa
mengingatnya. Mengenang setiap kita. Mengenang canda tawa kita yang pernah ada.
Semiris itukah pada akhirnya kita? Kita yang pernah menganyam tawa, melalui
mesin pemintal rindu. Kita yang pernah melambungkan angan bersama melalui balon
udara berisi helium mimpi. Kita yang pernah saling bertatap mata, kemudian
diam-diam mencecap rindu bersama. Hingga kita yang sekarang hanya menjadi
sepasang angan tak berkesudahan.
Ternyata janji yang pernah
terucap, kalah oleh perasa yang biasa mencecap. Semanis itukah pemilik indera
perasa itu, hingga mungkin kamu lupa akan janji yang pernah kita sepakati
bersama? Sementara aku masih saja menunggu, meski tak jarang ragu berubah
menjadi rindu.
Ruang Imaji
01 Desember 2017
Pict By google.com
#30dwcjilid10
#squad3
#day6
#janji
#prosa
#nulisasik
#cakechika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar